Kamis, 22 September 2011

BERCINTA DENGANKU

Aku ingin bercinta. Sungguh. Aku ingin bersatu denganmu. Rindu akan bisikan cintamu nan mesra. Haus akan belaianmu. Menikmati pelukanmu. Rakus akan kecupanmu. Merasakan debar jantungmu berpadu dengan debar jantungku. Bersama denganmu melayang tinggi menuju surga, perlahan tapi pasti. Aku ingin bercinta. Denganmu. Mengapa? Aku tak tahu. Aku hanya tahu aku memiliki gairah ini, untukmu. Aku tak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya ketika kita pertama kali berkenalan. Kau yang begitu sopan dan kaku, dan aku yang pemalu. Kombinasi yang membosankan, konservatif, kuno, atau apapun sebutannya. Kita tak pernah membicarakan hal yang bersangkut paut dengan cinta, apalagi tentang bercinta. Kita hanya berusaha saling mengenal, saling memahami diri kita masing-masing. Dan selama kita bersama itu, tak pernah terpikir olehku aku akan terbius oleh cintamu, akan tergoda oleh gairahmu, sampai aku ingin bercinta denganmu. Aku tak suka disentuh dan menyentuh, terutama oleh lawan jenisku. Aku tak suka ketika pertama kali kau menyentuhku, walaupun itu kau lakukan secara tak sengaja. Katamu kau juga tak pernah menyentuh perempuan. Lalu mengapa seiring dengan bergulirnya waktu dan kedekatan kita, kau menyentuh aku? Dan mengapa aku membiarkan diriku disentuh, bahkan aku sendiri rindu untuk menyentuh kamu? Aku terpesona. Aku kagum. Aku heran. Tapi aku takut melihat cepatnya deru hubungan fisik kita. Lebih cepat daripada menguapnya embun pagi yang menetes di daun saat fajar tiba, tanganku sudah berada dalam genggamanmu. Tak sampai matahari membakar sisa hujan musim ini, aku berada di pelukmu. Sebelum dedaunan kembali tumbuh setelah gugur, aku hanyut dalam kecupmu. Aku takut. Aku ngeri. Ini terlalu cepat bagiku. Aku tak lagi mengerti diriku sendiri, tak lagi memahami tubuhku. Aku ngeri pada diriku. Diriku telah berkhianat karena aku tak dapat mencegah diriku untuk tidak menyentuh kamu. Aku juga tak dapat memarahi diriku yang menikmati sentuhanmu, mendambakan belaianmu. Mengapa kau tidak takut? Karena kau telah siap memberi hatimu seutuhnya padaku, itu jawabannya. Sedangkan aku? Aku tak mau, aku tak bisa menyerahkan hatiku, memberikan seluruh hidupku, hanya kepada satu orang saja. Aku tak rela melihat diriku sendiri terikat pada satu mahluk. Aku egois katamu? Oh ya, aku memang egois. Aku tak mau diriku ada dalam kekuasaan seseorang. Kau tahu saat terlemah bagi orang terkuat di dunia? Itu adalah saat ketika dia membuka hatinya untuk mencintai. Cinta adalah senjata paling ampuh di dunia ini. Cinta sanggup menorehkan luka yang tak akan pernah sembuh. Dan aku tak bersedia dilukai. Aku tak mau membuka hatiku. Aku tak mau jatuh cinta. Namun nyatanya, aku menggelepar dalam binar matamu. Aku hanyut dalam pelukanmu. Aku leleh dalam hangatnya ciumanmu. Aku yang kuat seorang diri, tak butuh orang lain, yang tak suka sentuhan fisik, tertawan olehmu ketika pertama kali kau memelukku. Tak bisa lepas darimu saat pertama kau menciumku. Aku pernah dipeluk dan dicium, tentu saja. Justru kau-lah perjaka dalam ciuman itu. Namun ternyata aku-lah yang jatuh semakkin dalam. Aku tak mau itu. Aku tak rela berada dalam kekuasaan cinta. Aku takut. Tapi, tahukah kau, aku terkadang berpikir. Benarkah cinta yang kurasakan atau hanyalah gairah, nafsu belaka? Kalau ini cinta, mengapa aku masih bersikap egois? Bukankah cinta dapat mengubah keegoisan seseorang menjdi penuh rasa memahami orang yang dicintai? Kalau ini hanya gairah, mengapa aku selalu ingin yang terbaik untuk dirimu? Karena cinta berarti kau rela memberikan apapun untuk melihat pujaan hatimu bahagia? Mungkinkah gairah ini adalah buah dari cinta yang kurasakan? Satu hal yang pasti, aku tak pernah puas mereguk manis kecupanmu, hangat pelukmu, erat genggaman tanganmu, halus belaianmu. Aku ingin lebih. Aku ingin semua yang ada di dirimu. Aku penasaran dengan tubuhmu, bagaimana rasanya ketika tubuhmu menyatu dengan tubuhku, ketika kecupanmu di tanganku saja mampu membuatku melayang tinggi. Aku menginginkanmu. Murni laksana embun. Aku hanya menginginkanmu. Andai saja aku bisa bercinta dengamu. Tanpa syarat. Tanpa tuntutan apapun setelah itu. Biarkan semua berjalan seperti apa adanya. Aku hanya ingin menikmati katika gairah yang kupendam untukmu meledak, berpendar, bergaung, bersama dirimu. Namun itu tak mungkin. Tak ada satu perbuatan pun yang tak memiliki imbalan. Itu hukum dunia. Hanya saja...bisakah suatu saat kkita berpura-pura menjadi dua manusia yang tak ingat masa lalu, tak punya masa depan, hanya dapat menggenggam masa kini. Tak punya hak, tak memiliki kewajiban apapun, hanya kebutuhan dan keinginan untuk saling memuaskan. Dengan begitu, kita bisa bercinta. Hanya saat itu saja, biarkan dunia menjadi milik kita berdua, kita tidak dikenal dan mengenal siapapun. Hanya ada kita, dan cinta, serta gairah. Bercintalah denganku, karena aku tahu kau menyimpan gairah yang sama. Make love with me, will you?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar