Jumat, 01 Maret 2013

GRADASI PENGETAHUAN HUDHURI



Para filsuf menemukan beberapa ekstensi pengetahuan hudhûrî yang berbeda tingkat kualitas dan kejelasan satu sama lainnya. Secara umum, pengetahuan hudhûrî dapat dibagi menjadi dua:

1) Pengetahuan hudhûrî sederhana. Yaitu pengetahuan hudhûrî pengetahu akan dirinya sendiri. Para ahli epistemologi menyebutkan dua macam pengetahuan hudhûrî yang subjek dan objeknya satu, yaitu; pengetahuan Tuhan akan dzatnya dan pengetahuan subjek atau diri (manusia hudhûrî) akan dirinya;

2) Pengetahuan hudhûrî kompleks. Yaitu pengetahuan manusia akan entitas dan objek selain dirinya. Para ahli epistemologi menyebutkan macam-macam pengetahuan hudhûrî yang terdiri atas subjek dan objek yang berlainan. Antara lain sebagai berikut:

a) Pengetahuan sebab akan akibatnya;
b) Pengetahuan akibat akan sebabnya;
c) Pengetahuan subjek  akan gambar-gambar konseptual;
d) Pengetahuan subjek akan perbuatan-perbuatan dirinya;
e) Pengetahuan subjek emosinya;
f) Pengetahuan subjek akan potensi-potensi dirinya.

Perbedaan tingkat kejelasan di antara pengetahuan hudhûrî bermuara pada tiga hal; Yaitu

1) Intensitas. Semakin tinggi intensitas pengetahu tearhadap suatu objek, semakin jelas pengetahuan hudhûrînya;
2) Eksistensi pengetahu. Apabila kualitas dan tingkat eksistensinya tinggi, maka pengetahuan hudhûrînya kian sempurna. Sebaliknya, jiwa yang lemah akan diikuti oleh kelemahan ilmu hudhûrînya. Sedemikian lemahnya jiwa itu, terkadang ia memungkiri objek pengetahuan hudhûrînya sendiri. Namun ia akan pulih kembali dengan dibantu oleh meningkatnya intensitas terhadap objek tersebut ;
3) Mental (dzihn) manusia, sebagaimana mampu menangkap gambar atau konsep dari objek-objek diluar (dirinya), ia juga dapat mencerap gambar atau konsep dari objek-objek di dalam (dirinya) yang diketahui secara hudhûrî dan hudhûrî, lalu menganalisis dan menafsirkannya secara konseptual dan hushûlì. Oleh karena itu, pengetahuan hudhûrî selalu disertai pengetahuan husuli (hushûlì).

Kendati pengetahuan hudhûrî tidak mungkin meleset, namun karena terjadi kerancuan dan pencampuradukan antara pengetahuan hudhûrî dan penafsiran hushûlì-nya yang bisa saja keliru, maka seringkali penafsiran salah itu yang dianggap sebagai pengetahuan hudhûrînya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar